Selasa, 20 November 2018

Bagaimana hukum anak laki-laki bersentuhan dengan ibu tiri atau istri baru dari ayahnya? Atau anak perempuan bersentuhan dengan ayah tiri atau suami baru dari ibunya?

*Bagaimana hukum anak laki-laki bersentuhan dengan ibu tiri atau istri baru dari ayahnya? Atau anak perempuan bersentuhan dengan ayah tiri atau suami baru dari ibunya?*

Dalam kitab _*Hâsyiyatân karangan Imam Syihabudin al-Qulyubi dan Umairah*_ menyebutkan, anak tiri perempuan dapat membatalkan wudlu
apabila ibu anak tiri tersebut belum sampai disetubuhi oleh ayahnya
yang baru. Apabila sudah dijima' oleh ayahnya yang baru, maka
bersentuhan antara ayah dan anak tiri perempuan sudah tidak
membatalkan wudlu. Hubungan mereka sudah menjadi mahram
selamanya ( alâ at-ta'bid ). Jadi selain sudah tidak membatalkan wudlu,
ayah tersebut tidak boleh menikahi anak tirinya walaupun ibunya sudah
diceraikan atau wafat di kemudian hari.
ﻗَﻮْﻟُﻪُ : ‏( ﻣَﻦْ ﺣَﺮُﻡَ ﻧِﻜَﺎﺣُﻬَﺎ ﺇﻟَﺦْ ‏) ﻓَﺘَﻨْﻘُﺾُ ﺑِﻨْﺖُ ﺍﻟﺰَّﻭْﺟَﺔِ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺪُّﺧُﻮﻝِ ﺑِﺄُﻣِّﻬَﺎ ، ﻭَﺗَﻨْﻘُﺾُ ﺃُﺧْﺘُﻬَﺎ ﻭَﻋَﻤَّﺘُﻬَﺎ
ﻣُﻄْﻠَﻘًﺎ
Artinya: "Penjelasan redaksi "orang yang haram dinikah...dst":
membatalkan wudlu anak perempuan dari istri yang belum disetubuhi.
Dan yang membatalkan wudlu juga adalah saudari dari istri beserta
bibinya secara mutlak (tanpa mempertimbangkan sudah disetubuhi
atau belum).
_*(Syihabuddin Ahmad al-Qulyubi dan Umairah, Hâsyiyatân , Maktabah al-Babi, Alepo, 1956, cetakan ke-3, juz 1, halaman 32)*_

Dalam keterangan kitab tersebut juga disebutkan, berbeda masalah jika
dengan saudari perempuan dari istri ataupun bibi dari istri. Walaupun
istrinya sudah disetubuhi, kedua jenis saudari tersebut tetap
membatalkan wudlu secara mutlak.

Bedanya, jika anak tiri tidak boleh dinikahi selamanya, sedangkan kedua jenis saudari ini boleh dinikahi apabila istrinya diceraikan atau meninggal dunia.

Seperti Sayyidina Utsman ibn Affan yang menikahi putri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bernama Ruqayyah, lalu ketika
wafat, Utsman menikahi putri Rasul yang lain bernama Ummu
Kultsum. Wallahu a’lam .

(Ahmad Mundzir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar