Kamis, 28 Juni 2018

Cerpen tentang Kehidupan


Two Different Nights
             Triyanda Nurrahmah

Tak ada biaya, tak apa. Asalkan Kembaranku dan Aku bisa meraih kesuksesan di masa yang akan datang. Kami berdua merupakan saudara kembar yang hanya tinggal berdua di sebuah gubuk tua di dekat pinggiran sungai. Kedua orang tua kami sudah pergi mengahadap Sang Ilahi karena kecelakaan yang menimpa mereka 2 tahun yang lalu. Di gubuk tua inilah banyak kenangan indah bersama mereka terukir. Karena itulah tetanggaku kerap kali mendatangi kami walau  hanya untuk memberi kami sajian makanan ataupun sembako dan perlengkapan sekolah lain karena semasa hidup mendiang Ayah dan Ibuku, mereka pernah bekerja di semua rumah tetangga walau itu hanya menjadi pembantu dan pencuci baju keliling. Bukan berarti kami berhenti untuk meraih cita-cita. Tetapi malahan menguatkan niat kami untuk bersekolah bahakan kalau bisa ikut lomba tingkat nasional. Keadaan kondisi Kami berdua tak menjadi pembicaraan teman-teman di SMP. Karena kami saat MPLS yang lalu telah berjanji bahwa tak akan membawa beban yang ada di rumah ke sekolah agar ketika di sekolah pikiran itu tidak menganggu aktivitas belajar kami.  Di sekolah kami berdua dikenal sebagai siswa kembar cerdas yang tak bisa tersaingi di sekolah itu. Bahkan, guru ku saja mengakui bahwa kami tak tertandingi saat ia menjadi pembina upacara di hari senin lalu.
Mungkin, kami hanyalah siswa smp kelas 8. Akan tetapi kebiasaan yang kulakukan di hari libur tetap kami jalankan lagipula pekerjaannya tak terlalu sulit yaitu hanya mencari sampah-sampah di bawah kolong jembatan yang bisa didaur ulang untuk dijual kepada orang yang bisa mendaur ulangnya. Hal ini kami lakukan untuk mencukupi kebutuhan yang harus kami penuhi sendiri dalam kehidupan agar kami tetap terbiasa mandiri dalam hidup. Tiba-tiba saat kami sedang mencari sesampahan. Kembaranku berteriak sekencangnya padaku. Kemudian ia berlari menghampiriku dan menunjukkan sesuatu itu padaku. Ya, info lomba cerdas cermat untuk dua orang siswa dalam satu tim yang tidak dipungut biaya. Lomba ini akan diselenggarakan minggu depan, tetapi belum ada persiapan yang matang bagi kami berdua. Karena kami tak ingin menyusahkan orang alin. Jadi, kami tidak memberi tahu siapa-siapa terkait hal ini dan rencana kami. Kami pun mengambil izin untuk 5 hari karena kami akan berjalan ke sana.
Dua hari kemudian, surat keterangan izin dari kami berdua pun kami berikan kepada temanku dan memintanya untuk menyampaikannya kepada guru. Tanpa bertanya lagi ia langsung menuruti permintaan kami. Pakaian kami bereskan untuk berganti-ganti sewaktu kami di perjalanan. Perjalanan dimulai. Kami akan memutuskan untuk puasa selama di perjalanan dan seketika menghirup air segar asli pegunungan yang ada di pinggiran jalan. Sambil berjalan kami membaca buku seadanya dari sekolah untuk lomba ini. Untuk menutupi identitas kami, kami tidak memakai sepatu dan baju sekolah. Melainkan hanya dengan kaki telanjang dan baju yang sudah robek-robek.
Di tengah perjalanan, kami bertemu dengan seorang kakek tua renta yang terpapar di jalanan yang sepertinya telah ditinggalkan oleh keluarganya. Kami melihat keadaan yang cukup parah yang dialami kakek tua ini. Tujuan utama kami kami hapuskan dan berusaha untuk membantu kakek tua renta ini. Untung Mendiang Ibuku dulu pernah mengajarkanku tentang obat-obat tradisional. Akhirnya, kami mempraktikkan ini kepada kakek ini. Ketika kami sedang mengobati kakek ini. Sebuah mobil ambulans berhenti di hadapan kami dan meminta izin kepada kami agar kakek ini dirujuk ke rumah sakit. Dengan catatan kami juga harus ikut. Kami pun menyetujuinya dan tak lama kemudian kami tiba.
Setibanya di sana Kakek itu langsung dibawa ke ruang ICU dan ruangan langsung ditutup. Seorang Laki-laki berjaket putih lengkap dengan stetoskop yang menggantung di lehernya menghampiri kami dengan senyumannya yang manis dan menyuruh kami untuk menunggu sebelum akhirnya  ia masuk ke ruang itu juga. Kami benar-beanr khawatir dengan Kakek itu. Bagaimana jika nyawanya tidak terselamatkan?. Tidak. Kami tidak boleh berpikiran aneh. Buku yang kami baca tadinya tidak kami buka lagi karena kekhawatiran kami.
Setelah menunggu lama, akhirnya dokter tadi bersama perawat lain keluar menghampiri kami. Dan menyuruh kami untuk masuk. Kami berduapun masuk sambil diiringi oleh dokter dan para perawat tadi. Kakek itu tersenyum sambil menggenggam tangan kami berdua yang berada di kanan dan kiri kasur kakek itu. Sambil mengucapkan kata terima kasih. Dokter baik yang kami temui di luar tadi lasngsung  membungkukkan badannya ke arah ku dan sambil menangis terima kasih sambil menundukkan kepalanya serya berkata karena jika tidak ada kami kemungkinan besar nyawanya tak akan terselamatkan. Kembaranku yang melihatnya juga ikut sedih. 
Kemudian, para perawat tadi langsung memeluk kembaranku itu sambil menangis. Aku bingung mengapa khawatir ini berakhir dengan duka. Lantas spontan Dokter itu langsung berdiri lagi dan berkata bahwa sebenarnya Dokter dan Para perawat itu merupakan cucu dari kakek ini. Dan Kakek ini tinggal bersama dengan Ibu tiri mereka yang amat kejam. Dokter itu mengatakan bahwa mereka saja tidak tahan tinggal di sana ia sambil melihat kakek yang di tubuhnya sudah banyak bekas luka yang berbakat. Karena hari telah larut malam dan Kakek itu akan dibawa kembali ke salah satu rumah cucunya yang masih muda. Kami pun diajak untuk tinggal di sana. Sepanjang perjalanan kami bercerita tentang mengapa kami bisa bertemu dengan kakek ini dan dari mana asal kami tanpa menyebutkan tujuan awal kami. Dengan tersenyum Dokter dan para perawat itu menyatakan bahwa aku dan saudara kembarku akan menjadi adik dari mereka dan juga cucu dari kakek itu selamanya. Betapa bahagianya aku, walau besok adalah hari dimana lomba itu berlangsung. Aku tidak kecewa karena aku telah mendapatkan keluarga baru yang sungguh ku banggakan.
Di rumah itu kami bercerita mengenai sekolah kami ketika ditanya mau pindah atau tetap. Kami bersama menjawab tetap. Lagipula di rumah tua itu kami masih ingin tetap inggal. Seperti jika dibilang kami tetap tinggal berdua seperti anak asrama dan keluarga kami berpisah. Dengan raut muka yang membingungkan keluarga baruku pun mengangguk menuruti apa kata kami, dengan catatan kami harus selalu jaga diri karena setiap harinya keluarga baru akan selalu datang ke gubuk tua itu. Alhamdulillah... seperti kata pepatah utang emas boleh dibayar utang budi dibawa mati, yang artinya budi baik orang hanya dapat dibalas dengan kebaikan pula. Dimana disini kami menciptakan kebaikan dengan menolong kakek kakek dan tak disangka akhirnya kami mendapatkan keluarga baik yang baru. Di malam kemarin kami menciptakan kebaikan dan balasan kebaikan kami dapatkan malam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar